Minggu, 02 Oktober 2016

Seri IBADAH HAJI dan DOA DI MASJID NABAWI


Seri IBADAH HAJI dan DOA DI MASJID NABAWI.
PERLU REFORMASI TOTAL PARADIGMA BERPIKIR
DAN BERDOA DI TAMAN ROUDHAH.
-----------------------------------------------
Oleh Dr. H. Sunandar Ibnu Nur, MA.
*Tim Konsultan Bimbingan Ibadah haji di tanah Suci 2016.
*Dosen Fidkom UIN Syahid Jakarta.
*Pembimbingan Ibadah Umroh & Haji beberapa Travel.

Taman Roudhah sebagai tempat yang ada di dalam masjid Nabawi, yang letaknya di sebelah Makam Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khattab, menjadi tujuan bagi para jamaah haji dan umroh untuk bisa berada di dalamnya, shalat (wajib dan atau Sunnat), berdoa dan baca ayat-ayat suci al-Qur'an.
Konon luasnya kisaran 26 X 15 M, namun diminati oleh ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu bahkan jutaan umat Islam untuk menyempatkan diri masuk kedalamnya, yaitu area yang karpetnya berwarna hijau (sementara di sekelilingnya karpet warna merah) walau harus antri lama sampai berjam-jam dan berdesak-desakan, seraya menahan lapar, haus dan letih (kurang tidur).
SISTEM BUKA TUTUP. Dulu untuk bisa berada di taman raodhah harus berdesak-desakan, rebutan, berjalan di atas karet yang dijadikan tempat sujud dan bahkan melangkahi kepala jamaah yang sedang sujud merupakan hal yang biasa. Saat itu, siapa yang dapat tempat duluan bebas untuk shalat dan menenggelamkan diri dalam doa sepuasnya.
Bahkan ada yang kepalanya ditutup sorban, tidak peduli dengan jamaah di belakangnya (yang di atas karpet merah walau jarak 1 meter) menunggu giliran sudah lama, bahkan dicolek bahunya dengan maksud agar mau bergantian pun, pura-pura tidak mengerti, alias ndableg. Itu namanya, ibadah yang egois, yang tidak cerdas spiritual. Ibadah cara kampungan, egois dan serakah. Ingin masuk Surga sendiri, sementara Surga diperuntukan bagi semua umat manusia yang memang berhak memasukinya. (QS Ali Imron 133, ... Surga yang luasnya seluas langit dan bmi).
Belakangan, polanya diubah, yaitu dengan sistem BUKA TUTUP, seperti para turis domistik yang akan menuju puncak. Sistem b uka tutup ini bukan solusi, akan tetapi mengalihkan problem dari satu tempat ke tempat lainnya. Karena dengan ditutup masuk area puncak membuat kemacetan panjang di Ciawi atau Cipayung, ujung TOL Jagorawi, yang tingkat kemacetannya berkilo-kilo meter.
Maka sistem buka tutup memasuki Taman Roudhah pun, sesungguhnya bukan solusi yang tanpa masalah baru. Para jamaah berdiri dengan berdesak-desakan selama berjam-jam, apa lagi pasukan security Masjid Nabawi yang di area Roudhah bersikap kaku dan para pejabat di Madinah pun seakan tidak berupaya mencari solusi yang inopatif, hanya melakukan tugas rutinitas.
Mari kita berpikir cerdas dan inopatif. Keberadaan taman roudhah adalah untuk berdoa yang dijanjikan mustajab, tempat yang dikabulkan bagi yang berdoa di sana. Bukan tempat yang dijanjikan dilipat gandakan pahalanya 1000 kali lipat. Karena hal itu adalah masjid Nabawi secara keseluruhan. Dan berdoa di tempat ini tidak ada hubungan dengan RUKUN dan WAJIB HAJI yang tidak boleh ditinggalkan atau harus di-BADALkan bila berhalangan dengan membayar DAM tertentu.
Tentang beberapa tempat dan waktu yang terkait dengan rukun dan wajib haji saja ada upaya perbaikan dan pengembangan (kebijaksanaan), yaitu dengan adanya FATWA ULAMA, misalnya:
1.Tentang area Mina Jadid (yang sebetunya masuk wilayah Muzdalifah)
2.Waktu melontar jamarot, antara afdholiah dan cukup syah yang penting selamat dan sehat (menghindari masyaqqah)
3.Tawaf ifadhah bagi wanita haid, dibolehkan.
4.Setelah mabit di muzdalifah dan mengambil batu krikil ada yang langsung ke masjidil haram untuk thawaf ifadhah, tahalul lalu kembali ke hotel (khususnya bagi para pejabat, bukan jamaah haji secara umum). Esoknya baru melontar Aqobah.
5.Pengembangan area Tanah haram hingga berkilo-kilo meter.
6.dan sebagainya. Artinya ada ruang kebijakan dan fatwa para ulama yang mengakomodir perkembangan situasi dan kondisi dari bertambahnya jamaah haji (yang tidak terjadi pada masa Rasul). Lalu, kembali ke Taman Roudhah, sejauh yang saya tau bahwa tidak ada perintah shalat di Taman Roudhah. Keterangan yang shahih adalah bahwa tempat itu merupakan salah satu dari 15 tempat mustajab di Tanah Suci.
Oleh karena itu, menurut saya ada tatacara ibadah di Taman Roudhah ini yang perlu direformasi demi efisiensi, efektifitas seiring dengan membludaknya jamaah haji dan umroh yang (boleh jadi) tidak sempat terpikirkan pada zaman Rasulullah SAW.
Diantara reformasi dan inovasi berpikir dan tatacara pemanfaatan Taman Roudhah yang saya usulkan yaitu sebagai berikut: *Mengingat bahwa Taman Roudhah itu adalah tempat mustajab untuk berdoa, maka pola SISTEM BUKA TUTUP perlu ditinjau kembali dan diperbaiki agar lebih efisien dan efektif. Kalau sistem buka tutup, para jamaah yang ada di taman roudhah diusir oleh askar sampai tidak seorang pun, baru dibuka kembali rombongan berikutnya. Hal ini tidak efektif, apalagi tidak sedikit jamaah yang membandel, ketika diminta keluar lanjut berdiri lagi, lalu shalat lagi, maka askar pun tidak bisa mengusir atau membopong yang sedang shalat lalu dilempar keluar taman roudhah. Wal hasil, yang menunggu bisa lebih dari setengah jam. Dalam keadaan kaki pegel, lelah, lapar, haus dan semacamnya.
Usul inipatifnya adalah, taman roudha itu dijadikan tempat berlalu secara berkesinambungan, karena selama berjalan dengan kondisi desak-desakan seraya menuju Makam Rasul, memrlukan bebrapa menit menginjak di atas karpet hijau itu. Konsekwensinya, area jalan lurus dari Babussalam, dialihkan Rutenya ke antrian jalan melewati Taman Roudhah. Dengan demikian, tidak perlu shalat Sunnat dahulu di Taman Raudhah, kecuali mendekat waktu shalat, sama seperti halnya di masjidil haram di sekitar Ka'bah, yang sedang thawaf, ketika mendekati azan lalu para jamaah berinisiatif membuat shaf, barisan shalat hingga azan berkumandang, lalu mereka membuat lapisan shaf shaf baru di belakangnya, sementara yang mau melanjutkan thawaf bisa berlanjut di belakngnya.
Nah, di Taman Roudhah, ketika menjelang azan dan -ara jamaah duduk untuk menanti shalat berjamaah, lalu area jalan lurus dari Babussalam di buka kembali, sehingga yang hanya ingin ziarah ke makam Rasul tanpa harus masuk ke Taman Roudhah bisa tetap melakukannya.
Semoga lontaran pemikiran inopatif ini dtangkap oleh pemerintah Indonesia, melalui Menteri Agama dan para pejabat di jajaran pembinaan haji dan umroh, lalu didiskusikan ke Menteri Kerajaan Saudi Arabia yang berkompeten.
Demikian dari saya selaku Tim Konsultan Bimbingan Ibadah Haji di Tanah Suci, 1437 H / 2016 M yang mengalami langsung antrian buka tutup menuju Taman Roudhah, Sabtu pagi sejak waktu tahajud hingga subuh berjamaah di dekat Taman roudhah dan menuju antrian ba'da shalat subuh hingga waktu syuruq dan waktu dhuha. 1 Oktober 2016. WALLAHU A'LAM BISHSHAWAB.
---------------------------
 
Kantor Daker Madinah, Saudi Arabia, 2 Oktober 2016
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

Kolom